Sabtu, 25 Februari 2012

Jama dan Qashar created by YPI Riyadlus Sholihin

KATA PENGANTAR
BISMILAHIROHMANIRRAHIM
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarokatuh
Pertama tama kami panjatkan puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT, dimana dengan izinyalah kami kelompok X dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Jama dan Qashar ”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berkenan di hati Bapak Pembimbing mata kuliah ini , atas segala kekurangan kami, kami mohon maaf karena sesungguhnya itu hanya milik Allah dan segala kesalahan datang dari kami.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh












BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Shalat adalah tiangnya agama” itulah kata-kata mutiara yang sering kita dengar dan kita ucapkan sehari-hari. Dalam ungkapan diatas bertujuan untuk menunjukkan bahwa shalat adalah ibadah yang paling pokok dan utama yang harus dikerjakan dalam kondisi apapun, Oleh karena itu agama islam telah mengatur sedemikian rinci bagaimana supaya umat islam tidak pernah meninggalkan shalat sama sekali.. Karena pentingnya shalat ini maka Allah pada hari kiamat dihisab akan menghisab pertama kali adalah amalan shalat kita baru kemudian ibadah-ibadah yang baru menyusu. Begitupun juga kalu kita sedang berpergian jauh, kita tetap diwajibkan shalat dalam keadaan apapun dan kondisi apapun ini menunjukkan bahwa shalat adalah ibadah yang penting sekali. Islam adalah agama yang mudah tapi tidak boleh dipermudah, oleh karena itu islam telah mengatur bagaimana caranya orang yang sedang bepergian jauh untuk tetap shalat. Dalam ajaran islam orang yang bepergian jauh dan perginya bukan untuk maksiat maka diharuskan untuk mengqashar dan menjama shalat.
Oleh karena itu kami ingin menyajikan sedikit pemaparan mengenai masalah shalat jama‟dan qashar,diharapkan dengan sedikit pemaparan ini dapat memberikan gambaran umum tentang cara melaksanakan shalat jama dan qashar yang benar.

 B. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa sajakah yang termasuk syarat-syarat Qashar?
2.      Bagaimana perbedaan pendapat masing-masing madzhab mengenai shalat Qashar?

3.      Apa sajakah syarat-syarat shalat jama?

4.      Apa sajakah perbedaan pendapat masing-masing madzhab mengenai shalat jama‟?





BAB II
PEMBAHASAN

I.                   PENGERTIAN SHALAT JAMA’  DAN QASHAR
Shalat Jama’ dan Qashar adalah suatu keringanan (rukhshoh) dari Allah bagi para musafir (orang yang dalam perjalanan) yaitu mereka dapat melaksanakan shalat jama’ dan qashar.

Shalat Jamak dan Shalat Qashar adalah shalat yang sering dilakukan seseorang apabila melakukan perjalanan jauh. Shalat Jamak dan Shalat Qashar bukanlah sebuah shalat tambahan selain shalat fardhu, melainkan sebuah tindakan meringkas atau menggabungkan shalatfardu.  .

Hal ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana sabdanya:
ثُمَّ نَزَلَ بِجَمْعٍ بَيْنَهُمَا ….
“… kemudian Beliau turun, lalu menjama’ kedua shalat tersebut….” (H.R. Bukhari dan Muslim).
A.    Shalat Jama’
Shalat jama’ adalah shalat yang dikumpulkan. Yang dimaksudkan adalah dikumpulkannya dua shalat wajib dalam waktu yang sama, misal: shalat zuhur dengan shalat ashar, shalat magrib dengan shalat isya. Shalat subuh tidak boleh dikumpulkan dengan shalat lain.
·         Adapun shalat jama’ dibagi kedalam 2 macam, yaitu:
1.       Jama’ taqdim, yaitu melaksanakan 2 salat fardhu dalam 1 waktu dan dilakukan pada waktu salat pertama. Contoh: Salat Zhuhur dan Ashar dijama’, dan dikerjakan pada waktu Zhuhur.
2.       Jama’ takhir, yaitu salat jama’ yang dilakukan pada waktu salat yang kedua. Contoh: Salat Maghrib dan Isya dijama’, dan dikerjakan pada waktu Isya.

Sederhananya seperti ini :
Dhuhur + Ashar pada waktu shalat dhuhur = Jamak Taqdim
Dhuhur + Ashar pada waktu shalat Ashar = Jamak Takhir



·         Kaifiyyat/ tatacara Shalat Jama’
Mendirikan shalat yang pertama terlebih dahulu (misalnya: Zhuhur/ Maghrib) sebanyak 4 atau 3 raka’at, kemudian melaksanakan shalat yang kedua (Ashar/Isya) sebanyak 4 raka’at.



B.     Shalat Qashar
Shalat qashar adalah shalat yang disingkatkan. Qashar itu artinya singkat atau pendek. Jadi, Shalat Qashar adalah memendekkan/ meringkas pelaksanaan shalat fardhu yang semestinya 4 raka’at menjadi 2 raka’at. Adapun dalil naqlinya, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa mengqasar shalatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir.”

(QS. An-Nisa: 101)

Description: http://bahagia.us/_latin/4/4_101.png
Shalat fardhu yang dapat Qashar / diringkas adalah shalat Dhuhur, Asar, dan Isya. Untuk shalat subuh dan maghrib, tidak ditemukan dalil yang memperbolehkan untuk mengQashar / meringkas jumlah rakaat shalat ini.
·         Syarat-syaratnya:
1.      Musafir (tetapi bukan perjalanan untuk berbuat maksiat.
2.      Jarak yang akan ditempuh ± 90 km.
3.      Berniat mengqasar salat pada saat takbiratul ihram
4.       Tidak berimam kepada orang yang salat dengan sempurna
5.      Dilakukan sesudah melewati batas kota/desa asal

·         Kaifiyyat/ tata cara shalat Qashar
Dilakukan dengan cara salat Zhuhur, Ashar, atau Isya diringkas/dikerjakan sebanyak 2 raka’at. Sedangkan salat Maghrib tidak bisa diqasar, jadi tetap 3 raka’at.
Sedangkan yang dimaksud dengan shalat Jama’ Qashar adalah menggabungkan (menjama’) 2 salat fardhu dalam satu waktu sekaligus meringkas (mengqasar) raka’atnya yang semula 4 raka’at menjadi 2 raka’at.


II.                Pelaksanaan shalat dengan cara jama’ (Qashar) takhir
Apabila mengerjakan dengan jama’ takhir maka shalat zuhur dulu yang dikerjakan 2 rakaat baru shalat ashar 2 rakaat, begitu pula halnya dengan shalat magrib dan isya maka shalat magrib dulu yang dikerjakan 3 rakaat baru shalat isya 2 rakaat. Ini berdasarkan ijtihad dari para ulama yang berpedoman kepada hadits nabi, yang artinya ‘mulailah olehmu darimana Allah memulai”, maka yang mula datang menurut urutan adalah zuhur sebelum ashar dan magrib sebelum isya. Walaupun jama’ takhir, maka mulailah mengerjakan menurut asal datangnya.

·         Untuk jama’ (Qashar) takhir hanya dua syarat, yaitu:
a. Berniat pada waktu shalat pertama, akan menjama’kan shalat tersebut ke shalat kedua. Dengan demikian penundaan shalat tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran atau kelalaian.
b. Pelaksanaan kedua shalat itu dalam keadaan musafir. Bila safarnya putus sebelum kedua shalat itu selesai dilaksanakan maka shalat pertama menjadi shalat qadha.

Shalat jama’ boleh juga dilakukan oleh orang yang tidak bepergian (mukim) pada waktu hujan atau ada hal-hal yang memaksakan kita untuk melakukan itu, sehingga kalau tidak dilaksanakan yang demikian, besar kemungkinan bisa menyebabkan tertinggalnya shalat. Misalnya kita sudah tidak tidur beberapa malam, karena menjaga orang yang sakit. Maka untuk lebih pulasnya tidur itu dibolehkan untuk menjama’ shalat. Nabi juga pernah menjama’ shalat tanpa ada suatu yang mencemaskan dan bukan pula karena hari hujan. Memang tidak dijelaskan dalam hadits itu, apa sebabnya nabi menjama’ tapi besar dugaan tentu ada yang menjadi penyebanya.

Apabila mengerjakan shalat jama’ pada waktu mukim (menetap) maka harus dikerjakan pada waktu pertama dari kedua shalat tersebut (jama’ taqdim), bila mengerjakan shalat zuhur dan ashar maka harus diwaktu zuhur dan bila menjama’ shalat isya harus pada waktu magrib.

III.             Pelaksanaan shalat dengan cara jama’(Qashar) taqdim

1.      Tartib
Yakni melakukan kedua shalat itu sesuai dengan urutan waktunya. Waktu yang digunakan untuk jama’ taqdim adalah waktu shalat pertama, sedangkan shalat kedua merupakan turutan. Jadi, shalat pertama itulah semestinya yang didahulukan.

2.      Niat
 Shalat jama’ ketika takbiratul ihram shalat pertama atau setidaknya sebelum selesai shalat tersebut.




3.      Wala’
Artinya pelaksanaan secara beruntun, shalat kedua tidak berselang lama dari shalat pertama.

4.      Keadaan sebagai musafir masih berlanjut ketika ia memulai shalat kedua.


·         Dalil Shalat Jama’ (Qashar) ketika berada dalam perjalanan
1. "Nabi SAW menjamak antara maghrib dan Isya jika perjalannya berat"
(HR.BukharidanMuslim)
2. "Nabi SAW menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar jika berada dalam perjalanan, begitu pula beliau SAW menjamak antara Maghrib dan Isya" (HR Bukhari)
3. "Bahwasanya ketika Nabi SAW berada pada perang Tabuk, beliau menjamak antar dhuhur dengan ashar, dan maghrib dengan isya. Dan suatu hari beliau mengakhirkan shalat kemudian beliau SAW keluar dan melaksanakan shalat Dhuhur dengan Ashar secara jamak, kemudian masuk kembali (ke dalam tenda), kemudian beliau SAW keluar dan melaksanakan shalat Maghrib dengan Isya secara jamak." (HR Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, An-Nasa'i).

                        (An-nissa :101)
Description: http://bahagia.us/_latin/4/4_101.png
Artinya : “Dan apabila kamu di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (An-Nisa: 101).
IV.             Pendapat-Pendapat Para Ulama
Didalam pelaksanaan shalat Qashar dan shalat Jama’ ini terdapat berbagai macam pendapat yang dikemukakan oleh para ulama, diantaranya yaitu:





1. Tentang shalat qashar
a) Ibnul Qaiyim
Pendapat yang beliau kemukakan adalah bahwa:
“Jikalau bepergian, Rasulullah SAW selalu mengqashar shalat yang empat rakaat dan mengerjakannya hanya dua-dua rakaat, sampai beliau kembali ke Madinah, tidak ditemukan keterangan yang kuat bahwa beliau tetap melakukannya empat rakaat. Hal ini tidak menjadi perselisihan lagi bagi imam-imam walau mereka berlainan pendapat tentang hukum mengqashar. Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Abdullah bin Umar, Jabir menetapkan bahwa hukumnya wajib.

b) Abu Hanifah (Mazhab Hanafi)
Berpendapat bahwa hukum mengqashar shalat adalah wajib, musafir yang tidak meringkas shalat yang empat rakaat, jika ia duduk pada rakaat kedua setelah tasyahud, maka shalatnya sah, hanya hukumnya makruh karena ia mengundurkan salam, sedang dua rakaat selanjutnya dianggap shalat. Tapi bila ia tidak duduk pada rakaat kedua itu maka shalatnya tidak sah. Dan jika berniat mukim 15 hari maka boleh mengqashar shalatnya. Pendapat ini juga sama dengan Al-Laits bin Sa’ad, Umar, Abdullah bin Umar, dan Ibnu Abbas. Ada juga riwayat yang menyatakan pendapat Said Ibnul Musaiyab juga sama dengan mazhab Hanafi ini.
c) Maliki (Mazhab Maliki)
Berpendapat bahwa hukum mengqashar shalat adalah sunat muakkad dan lebih ta’kid lagi dari shalat berjamaah, sehingga apabila musafir tidak mendapatkan kawan sesama musafir untuk berjamaah, hendaklah ia bershalat secara perseorangan dengan mengqashar, dan makruh baginya mencukupkan empat rakaat dan bermakmum kepada orang yang mukim. Dan jika seseorang berniat hendak mukim lebih dari empat hari, harus mencukupkan shalat dan kalau kurang boleh mengqashar.
d) Ahmad bin Hambal (Mazhab Hanbali)
Berpendapat bahwa hukum mengqashar shalat adalah jaiz atau boleh saja, hanya lebih baik daripada menyempurnakan.
e) Imam Syafi’i (Mazhab Syafi’i)
Berpendapat bahwa hukum mengqashar shalat adalah jaiz atau boleh saja, hanya lebih baik daripada menyempurnakannya. Kalau memang sudah mencapai jarak boleh mengqashar.
Mengenai jarak bolehnya mengqashar shalat dapat diberi penjelasan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al Khudri, katanya:
Artinya:
“Apabila Rasulullah SAW bepergian sejauh satu farsakh, maka beliau mengqashar shalat (diriwayatkan oleh Sa’id bin Mashur dan disebutkan oleh Hafizh dalam At-Takhlis, dan ia mendiamkan hadits ini sebagai tanda pengakuannya.
Satu farsakh itu sama dengan tiga mil atau 5541 meter sedang 1 mil sama dengan 1748 meter.
Tempat dibolehkannya memulai mengqashar shalat adalah setelah keluar dari rumah tempat kita tinggal (berdomisili). Dan bila seseorang telah kembali ke tempat tinggal asalnya atau telah berniat untuk menetap di tempat yang dituju itu, maka habislah baginya hukum qashar.
2. Tentang shalat jama’
Para ulama sependapat bahwa menjama’ shalat zuhur dan ashar secar taqdim pada waktu zuhur di Arafah, begitupun antara shalat magrib dan isya secara takhir diwaktu isya di mudzalifah, hukumnya sunnat, berpedoman kepada apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
Artinya: “Demi zat yang tiada tuhan selain Dia, Rasulullah tidak pernah mengerjakan satu shalat pun kecuali pada tepat waktunya selain shalat yang beliau jamak (gabung), yakni zuhur dengan ashar di Arafah dan magrib dengan Isya di Mudzalifah. (Diriwayatkan oleh Syaikhan)
Dan menjama’ dua shalat ketika bepergian, pada salah satu waktu dari kedua shalat itu, menurut sebagian besar para ahli hukumnya boleh, tanpa ada perbedaan, apakah dilakukannya itu sewktu berhenti ataukah selagi dalam perjalanan.
Dalam kitab Al-Muwaththa’ Malik meriwayatkan dari Mu’adz bahwa:
Artinya:
“Pada suatu hari nabi saw mengundurkan shalat diwaktu perang Tabuk dan pergi keluar, lalu mengerjakan shalat zuhur dan ashar secara jama’, setelah itu beliau masuk dan kemudian beliau pergi lagi dan mengerjakan shalat magrib dan isya secara jama’ pula.
Berkata Syafi’i: “Kata-kata pergi dan masuk itu menunjukkan bahwa Nabi saw sedang berhenti. Lalu Imam Syafi’i juga berkata: “Jika seseorang bershalat magrib dirumahnya dengan niat menjama’, kemudian ia pergi ke mesjid melakukan shalat isya juga boleh”. Dikatakan bahwa Imam Ahmad juga berpendapat seperti itu.
Ada pula hadits dari Ibnu Umar yang membolehkan menjama’ dua shalat dalam bepergian.
Artinya:
“Hadits Ibnu Umar ra, dimana ia berkata: Saya melihat Rasulullah saw, jika tergesa-gesa dalam berangkat, beliau mengakhirkan shalat magrib sehingga beliau menjama’ (mengumpulkan) shalat magrib dan shalat isya.
Kemudian tentang menjama’ diwaktu hujan. Dalam sunnahnya Al-Atsram meriwayatkan dari Abu Salamah bin Abdurrahman, katanya: “Termasuk sunnah Nabi saw. menjama’ shalat magrib dengan isya, apabila hari hujan lebat. Dan Bukhari meriwayatkan pula bahwa.
Artinya:
“Nabi saw menjama’ shalat magrib dan isya disuatu malam yang berhujan lebat”.
·         Kesimpulan pendapat mazhab-mazhab mengenai soal ini ialah sebagai berikut: Golongan Syafi’i membolehkan seorang mukmin menjama’ shalat zuhur dengan ashar dan magrib dengan isya secara taqdim saja, dengan syarat adanya hujan ketika membaca takbiratul ihram dalam shalat yang pertama sampai selesai, dan hujan masih Turun ketika memulai shalat yang kedua.
·         Menurut Maliki, boleh menjama’ taqdim dalam mesjid antara magrib dengan isya disebabkan adanya hujan yang telah akan turun, juga boleh dikerjakan karena banyak lumpur ditengah jalan dan malam sangat gelap hingga menyukarkan orang untuk memakai sandal. Menjama’ shalat zuhur dengan ashar ini, dimakruhkan.
·         Menurut golongan Hanbali berpendapat bahwa boleh menjama’ magrib dengan isya saja, baik secara taqdim atau secara takhir, disebabkan adanya salju, lumpur, dingin yang amat sangat serta hujan yang membasahkan pakaian, dan khusus bagi orang yang tempatnya jauh dari mesjid.
Menjama’ sebab sakit atau uzur, menurut Imam Ahmad.,Imam Malik, Qadhie Husien, Al-Khaththabi dan Al Mutawali dari golongan Syafi’i membolehkan menjama’ baik taqdim atau taqdim dengan alasan karena kesukaran waktu itu lebih besar daripada kesukaran diwaktu hujan. Berkata Nawawi: “Dari segi alasan pendapat ini adalah kuat. Akan tetapi Syafi’i tidak mebenarkan jama’ karena sakit sebab menurutnya, illat yang menjadi alasan bolehnya jama’ itu adalah safar, jadi hanya terdapat dan berlaku bagi musafir.
Menurut ulama Hanbali boleh pula menjama’ baik taqdim atau takhir karena berbagai macam halangan dan juga sedang dalam ketakutan. Mereka membolehkan orang yang sedang menyusui bila sukar untuknya buat mencuci kain setiap hendak bershalat.
Kemudian menjama’ sebab ada keperluan tapi tidak karena sakit atau sebab-sebab lainnya, dan asal saja hal itu tidak dijadikannya kebiasaan, ada beberapa imam yang membolehkannya antara lain Ibnu Sirin dan Asy-hab dari golongan Maliki, dan menurut Al-Khaththabi, Qaffal dan Asy-Syasil Kabir dari golongan Syafi’i, Ishal Marwazi, jema’ah ahli hadits, Ibnul Mundzir, Ibnu Abbas.
V.     Lafadz niat shalat qashar dengan jama’
1.      Shalat zhuhur jama’ taqdim
اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعاً اِلَيْهِ الْعَصْرُ اَدَاءً للهِ تَعاَلى. اللهُ اَكْبَرُ
Artinya: “Aku niat shalat fardhu zhuhur dua rakaat qashar, dengan jama’ sama ashar karena Allah swt.” Allahu akbar.
2.      Shalat ashar jama’ taqdim
اُصَلِّى فَرْضَ الْعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعاً اِلَى الظُّهْرِ اَدَاءً للهِ تَعاَلى. اللهُ اَكْبَرُ
Artinya: “Aku niat shalat fardhu ashar dua rakaat qashar dan jama’ sama zhuhur karena Allah swt.” Allahu akbar.
3.      Shalat zhuhur jama’ ta’hir
اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعاً اِلَى الْعَصْرِ اَدَاءً للهِ تَعاَلى. اللهُ اَكْبَرُ
Artinya: “Aku niat shalat fardhu zhuhur dua rakaat qashar dan jama’ sama ashar karena Allah swt.” Allahu akbar.
4.      Shalat ashar jama’ ta’hir
اُصَلِّى فَرْضَ الْعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعاً اِلَيْهِ الظُّهْرُ اَدَاءً للهِ تَعاَلى. اللهُ اَكْبَرُ
Artinya: “Aku niat shalat fardhu ashar dua rakaat qashar dan jama’ sama zhuhur karena Allah swt.” Allahu akbar.
5.      Shalat maghrib jama’ taqdim
اُصَلِّى فَرْضَ الْمَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعاً اِلَيْهِ الْعِشَاءُ اَدَاءً ِللهِ تَعاَلى. اللهُ اَكْبَرُ
Artinya: “Aku niat shalat fardhu maghrib tiga raka’at jama’ sama isya karena Allah swt.” Allahu akbar.
6.      Shalat isya’ jama’ taqdim
اُصَلِّى فَرْضَ الْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعاً اِلَى الْمَغْرِبِ اَدَاءً ِللهِ تَعاَلى. اللهُ اَكْبَرُ
Artinya: “Aku niat shalat fardhu isya’ dua rakaat qashar dan jama’ sama maghrib karena Allah swt.” Allahu akbar.
7.      Shalat maghrib jama’ ta’hir
            اُصَلِّى فَرْضَ الْمَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعاً اِلَى الْعِشَاءِ اَدَاءً ِللهِ تَعاَلى. اللهُ اَكْبَرُ
Artinya: “Aku niat shalat fardhu maghrib tiga raka’at jama’ sama isya karena Allah swt.” Allahu akbar.

8.      Shalat isya’ jama’ ta’hir
اُصَلِّى فَرْضَ الْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعاً اِلَيْهِ الْمَغْرِبُ اَدَاءً ِللهِ تَعاَلى. اللهُ اَكْبَرُ
Artinya: “Aku niat shalat fardhu isya’ dua rakaat qashar dan jama’ sama maghrib karena Allah swt.” Allahu akbar.








Wallahu ‘alam bishowab











BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Demikin yang dapat kami paparkan mengenai materi yang berjudul “JAMA DAN QASHAR DALAM SHALAT’’, yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini, tentunya masih banayak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap kepada para pembaca, sudi kiranya memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.
Apabila terdapat banyak kesalahan dalam pembahasan sekiranya dapat dimaklumi dikarenakan kapasitas kemampuan kami yang sangat terbatas pada kajian kami ini. Lalu kami dari yang meprentasikan ini dapat menyimpulkan dari kajian ini yaitu :
1.      Shalat qashar adalah menyingkat shalat fardhu yang empat rakaat (zuhur, ashar, dan isya) menjadi dua rakaat, dan ini dikerjakan oleh orang yang sedang dalam perjalanan (musafir).
2.      Shalat jama’ adalah mengumpulkan dua shalat wajib dalam waktu yang sama, misal: shalat zuhur dengan ashar, dan shalat magrib dengan shalat isya bisa dengan jama’ takhir.
3.      Shalat jama’ juga boleh dikerjakan oleh orang yang tidak sedang bepergian (mukim), karena hari hujan, karena sakit, atau karena sebab-sebab atau keperluan lain yang mendesak.
4.      Hukum shalat qashar apabila dalam perjalanan adalah wajib, akan tetapi adapula ulama yang berpendapat hukumnya sunnat muakkad, jaiz (boleh), sedangkan shalat jama’ juga boleh. Dan mengqashar shalat itu merupakan sedekah yang dikaruniakan Allah kepada mu semua, maka terimalah sedekah-Nya itu.
5.      Jarak bolehnya mengqashar adalah 1 farsakh yang sama dengan 3 mil dan memulai mengqashar adalah apabila telah keluar dari rumah tempat tinggal.


Demikianlah yang dapat disimpulkan semoga kita dapat mengerjakan shalat qashar dan shalat jama’ ini apabila kita bepergian kesuatu tempat (musafir) karena ini merupakan sebuah keringanan dari Allah bagi hamba-Nya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan juga pada para pembaca pada umumnya.




















DAFTAR PUSTAKA

- Abdul Baqi, Muhammad. 1993. Al-Lu’Lu wal Marjan. Semarang: Al-Ridha
- Abdussalam, Muhammad. 2006. Bid’ah-Bid’ah yang dianggap sunnah. Jakarta: Qisthi Press
- Ahmad, Abu Syuja’. 2000. Ringkasan Fiqih Islam. Surabaya: Al-Miftah
- Ahnan, Maftuh. 1998. Kumpulan Hadits Terpilih Shahih Bukhari. Surabaya: Terbit Terang
- Anwar, Muhammad. 1973. Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib. Bandung: Al-Ma’arif.
- Ar-Rahbawi, Abdul Qadir. 1994. Shalat Empat Mazhab. Jakarta: PT. Intermasa
- Djamaris, Zainal Arifin. 1996. Menyempurnakan shalat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
- Effendi, Mochtar. 2000. Ensiklopedi Agama dan Filsafat. Palembang: Universitas Sriwijaya
- Ibnu Rusyd. 1990. Bidayatu’l Mujtahid. Semarang : CV. Asy- Syifa