KATA PENGANTAR
BISMILAHIROHMANIRRAHIM
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarokatuh
Pertama tama kami panjatkan puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT, dimana dengan izinyalah kami kelompok II dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “AKIDAH AL-ISLAMIYAH”
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berkenan di hati Bapak Pembimbing mata kuliah ini , atas segala kekurangan kami, kami mohon maaf karena sesungguhnya itu hanya milik Allah dan segala kesalahan datang dari kami.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Bandar Lampung, 11Oktober 2011
HALAMAN JUDUL……………………………………………………... i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG………………………………………….... 1
B. RUMUSAN MASALAH……………………………………….... 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Akidah……………………………………………….. 2
2. Akidah Pada Zaman Rosulullah…………………………………. 3
3. Akidah Pada Zaman Khulafa Arrasyidin………………………… 4
4. Akal dan Wahyu Corak Pemikiran Aliran Kalam………………... 5
1) Ilmu Kalam…………………………………………………... 5
2) Pertumbuhan Ilmu Kalam……………………………………. 6
3) Fungsi atau Wahyu dan Akal Dalam Pandangan Aliran Kalam..7
· Mu’tazilah……………………………………………….7
· Salafiyah………………………………………………...7
· Asy’ariyah……………………………………………... 7
· Maturidiyah Samarkand dan Bukhara…………………..7
5. Dasar-dasar Ilmu Kalam/ Tauhid……………………………………8
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN ……………………………………………………….. 11
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………....13
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Aqidah secara istilah adalah pemikiran menyuluruh tentang manusia, alam semesta dan kehidupan, tentang sebelum kehidupan dan sesudahnya dan hubungan ketiganya (alam semesta, manusia dan kehidupan) dengan alam sebelum dan sesudahnya, dan aqidah ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan mendasar yang ada pada diri manusia (Uqdatul Qubro).
Aqidah Islam adalah Aqidah yang memandang Allah SWT adalah Pencipta bagi segala sesuatu, oleh karena itu aturan hidup dibuat atas kekuasaan Allah yang disampaikan oleh Rasul-Nya, Muhammad saw kepada manusia. Untuk itu tolak ukur perbuatan seorang muslim adalah halal dan haram, yaitu perintah-perintah Allah yang harus dilaksanakan, dan larangan-larangan Allah yang harus ditinggalkannya. Prinsip ini tidak akan mengalami perkembangan maupun perubahan. Tidak juga mengambil manfaat sebagai tolak ukur, sebab Allah-lah yang telah menggariskan syari’at semata bagi manusia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari Akidah ?
2. Bagaimanakah akidah pada zaman Rosulullah dan Khulafa Arrasyidin ?
3. Pengertian akal dan wahyu menurut pemikiran aliran kalam ?
BAB II
PEMBAHASAN
I. AKIDAH
A. Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :
Kata “‘aqidah” diambil dari kata dasar “al-‘aqdu” yaitu ar-rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk (pengokohan) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
“Al-‘Aqdu” (ikatan) lawan kata dari al-hallu (penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: ” ‘Aqadahu” “Ya’qiduhu” (mengikatnya), ” ‘Aqdan” (ikatan sumpah), dan ” ‘Uqdatun Nikah” (ikatan menikah). Allah Ta’ala berfirman, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja.
لَا يُؤَاخِذُكُمُ ٱللَّهُ بِٱللَّغْوِ فِىٓ أَيْمَٰنِكُمْ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ ٱلْأَيْمَٰنَ ۖ فَكَفَّٰرَتُهُۥٓ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَٰكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍۢ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٍۢ ۚ ذَٰلِكَ كَفَّٰرَةُ أَيْمَٰنِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ ۚ وَٱحْفَظُوٓا۟ أَيْمَٰنَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(Al-Maa-idah : 89).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah baik itu benar ataupun salah.
B. Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi)
Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya, yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.
· Aqidah Islamiyyah:
Maknanya adalah keimanan yang pasti teguh dengan Rububiyyah Allah Ta’ala, Uluhiyyah-Nya, para Rasul-Nya, hari Kiamat, takdir baik maupun buruk, semua yang terdapat dalam masalah yang ghaib, pokok-pokok agama dan apa yang sudah disepakati oleh Salafush Shalih dengan ketundukkan yang bulat kepada Allah Ta’ala baik dalam perintah-Nya, hukum-Nya maupun ketaatan kepada-Nya serta meneladani Rasulullah SAW.
Jika disebutkan secara mutlak, maka yang dimaksud adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena itulah pemahaman Islam yang telah diridhai oleh Allah sebagai agama bagi hamba-Nya. Aqidah Islamiyah adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu generasi sahabat, Tabi’in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik.
· Nama lain Aqidah Islamiyyah:
Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, sinonimnya aqidah Islamiyyah mempunyai nama lain :
1. At-Tauhid
2. As-Sunnah
3. Ushuluddiin
4. Al-Fiqbul Akbar
5. Asy-Syari’iah dan
6. Al-Iman.
Nama-nama itulah yang terkenal menurut Ahli Sunnah dalam ilmu ‘aqidah.
II. AKIDAH PADA ZAMAN RASULULLAH
Pada masa Nabi Muhammad SAW, umat islam bersatu,mereka satu akidah, satu syariah dan satu akhlaqul karimah, kalau mereka ada perselisihan pendapat dapat diatasi dengan wahyu dan tidak ada perselisihan diantara mereka. Perkembangan Aqidah Pada masa Rasulullah SAW aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yg artinya berbunyi
“Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur’an”
Adapun beberapa penyimpangan aqidah pada zaman Rasulullah adalah penyimpang aqidah orang-orang Arab terdahulu dan setiap orang yang menyimpang dari ajaran nabi Muhammad saw adalah disebut orang jahiliyah. Pada umumnya pengertian jahiliyyah yang beredar di masyarakat luas adalah keadaan orang-orang Arab sebelum Islam, karena mereka bodoh terhadap Tuhan, Rasul dan syari’at-syari’at-Nya serta mereka berbangga bangga dengan keturunan, kebesaran dan lain sebagainya. Beberapa penyimpangan aqidah yang terjadi itu selalu di tangani nabi sendiri dengan pertolongan Allah yaitu dengan memberikan pemahaman baik itu lewat sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan dengan mendahulukan kerabat terdekat.
Dibawah ini beberapa penyimpangan aqidah pada zaman Rasulullah :
1. Prasangka buruk juga termasuk keJahiliyahan, sebagaimana firman Allah ketika kaum Musyrikien menang pada Perang Uhud. Sebagian kaum Muslimien menyangka bahwa mereka tidak ditolong oleh Allah dan timbullah anggapan bahwa Islam telah berakhir bersamaan dengan kalahnya kaum Muslimien dari kaum Kuffar.
sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?….
ثُمَّ أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِ الْغَمِّ أَمَنَةً نُعَاسًا يَغْشَى طَائِفَةً مِنْكُمْ وَطَائِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنْفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الْأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ يُخْفُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ مَا لَا يُبْدُونَ لَكَ يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَا هُنَا قُلْ لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ وَلِيَبْتَلِيَ اللَّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِي قُلُوبِكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
(Ali ‘Imran:154)
2. Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu'min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah AllahMaha Mengetahui segala sesuatu.
III. AKDAH PADA ZAMAN PARA SAHABAT (KHULAFA ARRASYIDIN)
Khulafa ar-Rasyidin atau Khulafa ar-Rasyidun (jamak kepada Khalifatur Rasyid) berarti wakil-wakil atau khalifah-khalifah yang benar atau lurus. Mereka waris kepimpinan Rasulullah selepas kewafatan baginda Nabi Muhammad s.a.w.. Perlantikan mereka dibuat secara syura yaitu perbincangan para sahabat atau pilihan khalifah sebelum. Selepas pemerintahan ini, kerajaan Islam diganti oleh kerajaan Ummaiyyah. Khulafa ar-Rasydin terdiri daripada empat sahabat:
- Saidina Abu Bakar, 632-634 M
- Saidina Umar Al-Khatab, (Umar І) 634-644 M
- Saidina Uthman Affan, 644-656 M
- Saidina Ali Abi Talib, 656-661 M
Penyimpangan Aqidah pada zaman para sahabat asal mulanya adalah perselisihan,hal ini dipicu oleh Abdullah bin Saba’ (seorang yahudi) pada pemerintahan khalifah Utsman bin Affan dan berlanjut pada masa khalifah Ali. Dan awal mula adanya gejala timbulnya
aliran-aliran adalah sejak kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah ke-3 setelah wafatnya Rasulullah). Pada masa itu di latar belakangi oleh kepentingan kelompok yang mengarah terjadinya perselisihan sampai terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan. Kemudian digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, pada masa itu perpecahan di tubuh umat islam terus berlanjut. Umat islam pada masa itu ada yang pro terhadap kekhalifahan Ali bin AbiThalib yang menamakan dirinya kelompok syi’ah, dan yang kontra yang menamakandirinya kelompok Khawarij. akhirnya perpecahan memuncak kemudian terjadilah perang jamal yaitu perang antara Ali dengan Aisyah dan perang Siffin yaitu perang antara Ali dengan Mu’awiyah. Bermula dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran di kalangan umat islam, masing-masing kelompok juga terpecah belah, akhirnya jumlah aliran di kalangan umat islam menjadi banyak, seperti aliran syi’ah, khawarij, murji’ah, jabariyah,mu’tazilah dll. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid ushuluddin As-Sunnah Al-Fiqhul Akbar Ahlus Sunnah wal Jamaah atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yg mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid fiqih akbar dan ushuluddin. Sedangkan manhaj dan contohnya adlahlul hadits ahlul sunnah dan salaf.
IV. AKAL DAN WAHYU CORAK PEMIKIRAN ALIRAN KALAM
1. Ilmu Kalam
Ilmu Kalam adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam. Tiga lainnya ialah disiplin-disiplin keilmuan Fiqh, Tasawuf, dan Falsafah. Jika Ilmu Fiqh membidangi segi-segi formal peribadatan dan hukum, sehingga tekanan orientasinya sangat eksoteristik, mengenai hal-hal lahiriah, dan Ilmu Tasawuf membidangi segi-segi penghayatan dan pengamalan keagamaan yang lebih bersifat pribadi, sehingga tekanan orientasinya pun sangat esoteristik, mengenai hal-hal batiniah, kemudian Ilmu Falsafah membidangi hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif tentang hidup ini dan lingkupnya seluas-luasnya, maka Ilmu Kalam mengarahkan pembahasannya kepada segi-segi mengenai Tuhan dan berbagai derivasinya. Karena itu ia sering diterjemahkan sebagai Teologia, sekalipun sebenarnya tidak seluruhnya sama dengan pengertian Teologia dalam agama Kristen, misalnya. (Dalam pengertian Teologia dalam agama kristen, Ilmu Fiqh akan termasuk Teologia). Karena itu sebagian kalangan ahli yang menghendaki pengertian yang lebih persis akan menerjemahkan Ilmu Kalam sebagai Teologia dialektis atau Teologia Rasional, dan mereka melihatnya sebagai suatu disiplin yang sangat khas Islam.
Sebagai unsur dalam studi klasik pemikiran keislaman. Ilmu Kalam menempati posisi yang cukup terhormat dalam tradisi keilmuan kaum Muslim. Ini terbukti dari jenis-jenis penyebutan lain ilmu itu, yaitu sebutan sebagai Ilmu Aqd'id (Ilmu Akidah-akidah, yakni, Simpul-simpul (Kepercayaan), Ilmu Tawhid (Ilmu tentang Kemaha-Esaan (Tuhan)), dan Ilmu Ushul al-Din (Ushuluddin, yakni, Ilmu Pokok-pokok Agama).
Sama halnya dengan disiplin-disiplin keilmuan Islam lainnya, Ilmu Kalam juga tumbuh beberapa abad setelah wafat Nabi. Tetapi lebih dari disiplin-disiplin keilmuan Islam lainnya, Ilmu Kalam sangat erat terkait dengan skisme dalam Islam. Karena itu dalam penelusurannya ke belakang, kita akan sampai kepada peristiwa pembunuhan 'Utsman Ibn 'Aff'an, Khalifah III. Peristiwa menyedihkan dalam sejarah Islam yang sering dinamakan al-Fitnat al-Kubra (Fitnah Besar), sebagaimana telah banyak dibahas, merupakan pangkal pertumbuhan masyarakat (dan agama) Islam di berbagai bidang, khususnya bidang-bidang politik, sosial dan paham keagamaan. Maka Ilmu Kalam sebagai suatu bentuk pengungkapan dan penalaran paham keagamaan juga hampir secara langsung tumbuh dengan bertitik tolak dari Fitnah Besar itu.
Sebelum pembahasan tentang proses pertumbuhan Ilmu Kalam ini dilanjutkan, dirasa perlu menyisipkan sedikit keterangan tentang Ilmu Kalam ('Ilm al-Kalam), dan akan lebih memperjelas sejarah pertumbuhannya itu sendiri. Secara harfiah, kata-kata Arab kalam, berarti "pembicaraan". Tetapi sebagai istilah, kalam tidaklah dimaksudkan "pembicaraan" dalam pengertian sehari-hari, melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalam ialah rasionalitas atau logika. Karena kata-kata kalam sendiri memang dimaksudkan sebagai terjemahan kata dan istilah Yunani logos yang juga secara harfiah berarti "pembicaraan", tapi yang dari kata itulah terambil kata logika dan logis sebagai derivasinya. Kata Yunani logos juga disalin ke dalam kata Arab manthiq, sehingga ilmu logika, khususnya logika formal atau silogisme ciptaan Aristoteles dinamakan Ilmu Mantiq ('Ilm al-Mantiq). Maka kata Arab "manthiqi" berarti "logis".
Dari penjelasan singkat itu dapat diketahui bahwa Ilmu Kalam amat erat kaitannya dengan Ilmu Mantiq atau Logika. Itu, bersama dengan Falsafah secara keseluruhan, mulai dikenal orang-orang Muslim Arab setelah mereka menaklukkan dan kemudian bergaul dengan bangsa-bangsa yang berlatar-belakang peradaban Yunani dan dunia pemikiran Yunani (Hellenisme). Hampir semua daerah menjadi sasaran pembebasan (fat'h, liberation) orang-orang Muslim telah terlebih dahulu mengalami Hellenisasi (disamping Kristenisasi). Daerah-daerah itu ialah Syria, Irak, Mesir dan Anatolia, dengan pusat-pusat Hellenisme yang giat seperti Damaskus, Atiokia, Harran, dan Aleksandria. Persia (Iran) pun, meski tidak mengalami Kristenisasi (tetap beragama Majusi atau Zoroastrianisme), juga sedikit banyak mengalami Hellenisasi, dengan Jundisapur sebagai pusat Hellenisme Persia.
Adalah untuk keperluan penalaran logis itu bahan-bahan Yunani diperlukan. Mula-mula ialah untuk membuat penalaran logis oleh orang-orang yang melakukan pembunuhan 'Utsm'an atau menyetujui pembunuhan itu. Jika urutan penalaran itu disederhanakan, maka kira-kira akan berjalan seperti ini: Mengapa 'Utsman boleh atau harus dibunuh? Karena ia berbuat dosa besar (berbuat tidak adil dalam menjalankan pemerintahan) padahal berbuat dosa besar adalah kekafiran. Dan kekafiran, apalagi kemurtadan (menjadi kafir setelah Muslim), harus dibunuh. Mengapa perbuatan dosa besar suatu kekafiran? Karena manusia berbuat dosa besar, seperti kekafiran, adalah sikap menentang Tuhan. Maka harus dibunuh! Dari jalan pikiran itu, para (bekas) pembunuh 'Utsman atau pendukung mereka menjadi cikal-bakal kaum Qadari, yaitu mereka yang berpaham Qadariyyah, suatu pandangan bahwa manusia mampu menentukan amal perbuatannya, maka manusia mutlak bertanggung jawab atas segala perbuatannya itu, yang baik dan yang buruk.
3. Fungsi atau kedudukan wahyu dan akal dalam pandangan para ahli kalam yaitu:
1. MU’TAZILAH
Menurut aliran ini bahwa akal diatas wahyu, aliran ini sangat memuji akal dibandingkan dengan ayat-ayat suci al-qur’an dan hadits-hadits Nabi.
Jika ada permasalahan apapun ditimbang dahulu dengan akalnya, mana yang tidak sesuai dengan akalnya atau berlawanan dengan akalnya dibuang, walaupun ada Qur’an dan Hadits yang bertalian dengan masalah tersebut .
2. SALAFIYAH
Menurut kelompok salafiyah bahwa kedudukan wahyu yang lebih tinggi dibandingkan dengan akal.
Alasannya karena jalan untuk mengetahui aqidah dan hukum-hukum dalam Islam baik yang pokok maupun cabang itu bersumber Al-Qur’an dan hadits Nabi. Apapun yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-qur’an dan sunnah harus diterima dan tidak tolak. Akal tidam diberi kemampuan untuk menafsirkan atau menakwilkan al-qur’an kecuali pada batas-batas yang diizinkannya oleh kata-kata untuk menakwilkan atau menafsirkan yang dikuatkan pula oleh hadits. Setelah itu kegunaan akal hanyalah sebagai penguat untuk membenarkan dan menjelaskan Al-Qur’an bukan sebagai hakim yang mengadili.
Dengan demikian menurut salafiyah wahyu dan akal tidak boleh berdiri sendiri satu sama lain.
3. ASY’ARIYAH
Menurutnya Wahyu dan hadits adalah hal yang pokok, sebagai sedang fungsi akal adalah sebagai penguat nash-nash Wahyu dan Hadits.
Asy’ari Sendiri tidak bisa meninggalkan akal dan argumentasi pikiran. Namun beliau juga sangat mengingkari dan menentang keras yang berlebihan menghargai akal pikiran.
4. MATURIDIYAH SAMARKAND DAN BUKHARA
Menurutnya, bahwa kedudukan wahyu dan akal itu sejajar atau seimbang. Dan akal itu bisa juga mengetahui kebaikan dan keburukan. Dengan kata lain suatu perbuatan sebagiannya dapat diketahui tentang kebaikannya dengan akal semata-mata tetapi juga sebagiannya tidak dapat diketahui keburukannya oleh akal dan sebagiannya tidak jelas kebaikan dan keburukannya oleh akal, hanya bisa diketahui dengan wahyu dan hadits.
V. DASAR-DASAR ILMU KALAM/ TAUHID
Ilmu kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain :
· Ilmu Ussuluddin
· Ilmu Tauhid
· Fiqh Al-Akbar
· Teologi Islam
Disebut ilmu ussuludin karena ilmu ini membahas pokok-pokok agama. Disebut ilmu tauhid karena ilmu ini membahas tentang keesaan Allah SWT. Dan didalamnya dikaji pula tentang asma’ (nama-nama ) dan af’al (perbuatan-perbuatan) Allah yang wajib, mustahil, dan jaiz.
Secara objektif ilmu kalam sama dengan ilmu tauhid, tetapi argumentasi ilmu kalam lebih di konsetrasikan pada penguasaan logika.
Abu Hanifah menyebut nama ini dengan fiqh al-akbar. Menurut presepsinya hukum islam yang dikenal dengan fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama fiqh al-akbar membahas tentang tauhid, kedua membahas fiqh al-asghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama. Tetapi, hanya cabangnya saja.
Sumber-sumber ilmu kalam antara lain :
1. Al-Qur’an
Sebagai sumber ilmu kalam. Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan, di antaranya :
· Q. S Al-Ikhlas (112) : 3-4
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
Artinya : “Dia beranak dan tidak pula diperanakan, dan tidak ada sesuatupun yang setara (sejajar) dengannya”.
· Q. S Al-Furqon (25) : 59
Artinya : “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam masa. Kemudian, dia bersemayam di atas Arsy . (Dialah) yang maha pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.”
Arsy adalah sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesuciannya. Ayat ini menunjukan bahwa Allah SWT, yang maha penyayang bertahta diatas "Arsy". Ia pencipta langit dan bumi, dan semua yang ada diantara keduanya.
· Q. S An-Nisa (4) : 125
Artinya :” Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah SWT, sedang diapun mengerjakan kebaikan dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus-lurus dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganya.
Ayat ini menujukan bahwa Allah menurunkan aturan berupa Agama . Seseorang akan dikatakan telah melaksanakan aturan agamanya apabila melaksanakannya dengan ikhlas karena Allah.
· Q. S Al – Anbiya (21) : 92
)92( إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ .
Artinya :” Sesungguhnya agama (tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu maka sembahlah Aku.”
Ayat ini menunjukan bahwa manusia dalam berbagai suku, ras, atau etnis dan agama apapun adalah umat Tuhan yang satu. Oleh sebab itu, semua umat dalam kondisi dan situasi apapun harus mengarahkan pengabdiannya hanya kepada-Nya.
2. Al-Hadist
Hadist nabi SAW yang membicarakan masalah masalah yang dibahas dalam ilmu kalam. Di antaranya adalah hadist nabi yang menjelaskan tentang hakikat keimanan.
حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ سَلَّامٍ عَنْ جَدِّهِ مَمْطُورٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّرَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا الْإِيمَانُ قَالَ إِذَا سَرَّتْكَ حَسَنَتُكَ وَسَاءَتْكَ سَيِّئَتُكَ فَأَنْتَ مُؤْمِنٌ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَا الْإِثْمُ قَالَ إِذَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ شَيْءٌ فَدَعْهُ
Hadits riwayat imam ahmad, juga haki, dengan sanad yang shahih
ada seorang laki2 bertanya kepada Rasulullah…apa itu Iman?
Jika kebaikanmu membuat dirimu gembira dan keburukanmu membuat dirimu bersedih…maka engkau mu’min. Kemudian laki2 itu bertanya: Ya Rasulalloh, apa itu dosa?. Rasulullah menjawab: Jika ada di dadamu sesuatu dan kemudian engkau menolaknya.
ada seorang laki2 bertanya kepada Rasulullah…apa itu Iman?
Jika kebaikanmu membuat dirimu gembira dan keburukanmu membuat dirimu bersedih…maka engkau mu’min. Kemudian laki2 itu bertanya: Ya Rasulalloh, apa itu dosa?. Rasulullah menjawab: Jika ada di dadamu sesuatu dan kemudian engkau menolaknya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Isiami yang dapat membina setiap individu muslim sehingga memandang alam sernesta dan kehidupan dengan kaca mata tauhid dan melahirkan konotasi-konotasi valid baginya yang merefleksikan persfektif Islam mengenai berbagai dimensi kehidupan serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni dalam dirinya.
Demikian pula akal dan wahyu yang kami bahas dalam pandangan aliran Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah Samarkand ataupun maturidiyah Bukhara, mereka semua aliran mempunyai pendapat masing-masing dalam memberikan pendapat tentang akal dan wahyu, dan dari penutup inilah penulis menyarankan agar lebih teliti lagi dalam mambaca apa yang ada dalam presentasi kami, dan apabila banyak kesalahan dalam pembahasan sekiranya dapat dimaklumi dikarenakan kapasitas kemampuan kami yang sangat terbatas pada kajian kami ini.lalu kami dari yang memprentasikan ini dapat mencari benang merah dari kajian ini yaitu :
1. Wahyu mempunyai kedudukan yang sangat pnting dalam aliran Asy’ariyah dan mmpunyai fungsi kecil pada aliran mu’tazilah.
2. Mu’tazilah adalah paham yang beraliran rasional artinya lbih mnguatkan pendapat akal dibandingkan wahyu.
3. Asy’ariyah menjadikan wahyu mempunyai kedudukan penting dalam alirannya disbanding akal.
4. Maturidiyah Bukhara bahwa wahyu dan akal saling berdampingan dan saling menguatkan dengan kata lain kedudukan wahyu dan akal adalah seimbang.
5. Maturidiyah Samarkand bahwa akal lebih tinggi disbanding kedudukan wahyu dengan kata lain sama dengan pendapat aliran Mu’tazilah tentang kedudukan wahyu dan akal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yunan Yusuf, M, Alam Pemikiran Islam Pemikiran Kalam, Jakarta; Perkasa Jakarta 1990.
2. Rozak, Abdul, Dkk, Ilmu Kalam, Bandung; CV. Pustaka, 2003.
3. Nasution, Harun, Teologi Islam Dan Aliran Analisa Perbandingan, Jakarta; Universitas Indonesia, (UI-Press) 1986.
4. Al-Majid. Al-Najjar. Pemahaman Islam, PT. Remaja Rodsakarya, Bandung; 1997.
5. Nasution, Harun, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakata’ 1987.
6. كلية المعلمين الاسلا مية , At-Tauhid, Gontor Press, Ponorogo 1994
7. KH. I. Zarkasyi, Usuluddin (‘Aqa’id) ‘ala madzhab ahlus sunnah wal jama’ah, Trimurti Press, Ponorogo 1994
9.http://books.google.co.id/books/about/Corak_pemikiran_kalam_Tafsir_al_Azhar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar